Unsur Intrinsik Cerpen
Tema cerita
Tema merupakan gagasan dasar umum yang
menopang sebuah karya sastra. Tema disaring dari motif- motif yang
terdapat dalam karya yang bersangkutan yang menentukan hadirnya
peristiwa-peristiwa, konflik, dan situasi tertentu. Tema dalam banyak hal
bersifat ”mengikat” kehadiran atau ketidakhadiran peristiwa, konflik serta situasi
tertentu termasuk berbagai unsur intrinsik yang lain. Tema menjadi dasar
pengembangan seluruh cerita, maka tema pun bersifat menjiwai seluruh bagian
cerita itu. Tema mempunyai generalisasi yang umum, lebih luas dan abstrak.
Alur Cerita
Sebuah cerpen menyajikan sebuah cerita
kepada pembacanya. Alur cerita ialah peristiwa yang jalin-menjalin berdasar
atas urutan atau hubungan tertentu. Sebuah rangkaian peristiwa dapat terjalin
berdasar atas urutan waktu, urutan kejadian, atau hubungan sebab-akibat. Jalin-menjalinnya
berbagai peristiwa, baik secara linear atau lurus maupun secara kausalitas,
sehingga membentuk satu kesatuan yang utuh, padu, dan bulat dalam suatu prosa
fiksi.
Plot ialah cerita yang berisi urutan kejadian, namun
tiap kejadian itu hanya dihubungkan secara sebab-akibat, peristiwa yang
disebabkan atau menyebabkan terjadinya peristiwa yang lain.Plotialah
peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat
sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa-peristiwa itu berdasarkan kaitan
sebab-akibat bahwa alur cerita ialah jalinan peristiwa yang melatari
sebuah prosa fiksi yang dihubungkan secara sebab-akibat.
Penokohan
Dalam pembicaraan sebuah cerita pendek
sering dipergunakan istilah-istilah seperti tokoh dan penokohan, watak dan
perwatakan, atau karakter dan karakterisasi secara bergantian dengan menunjuk
pengertian yang hampir sama. Tokoh cerita ialah orang-orang yang ditampilkan
dalam suatu karya naratif, atau drama , yang oleh pembaca ditafsirkan memilki
kualitas moral dan kecenderungan tertentu seperti yang diespresikan dalam
ucapan dan apa yang dilakukan dalam tindakan. Sedangkan penokohan ialah
pelukisan gambaran yang jelas tentang seseorang yang ditampilkan dalam sebuah
cerita. Penokohan sekaligus mencakup masalah siapa tokoh cerita, bagaimana
perwatakan, dan bagaimana penempatan dan pelukisannya dalam sebuah cerita
sehingga sanggup memberikan gambaran yang jelas kepada pembaca. Penokohan
sekaligus menunjuk pada teknik perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah
cerita.
Latar
Sebuah cerita pada hakikatnya ialah
peristiwa atau kejadian yang menimpa atau dilakukan oleh satu atau beberapa
orang tokoh pada suatu waktu tertentu dan pada tempat tertentu. Latar ialah
penempatan waktu dan tempat beserta lingkungannya dalam prosa fiksi
a. Latar Tempat
Latar tempat mengacu pada lokasi
terjadinya peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat
yang dipergunakan mungkin berupa tempat-tempat dengan nama tertentu serta
inisial tertentu.
b. Latar Waktu
Latar waktu berhubungan dengan masalah ”
kapan ” terjadinya peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya
fiksi. Masalah ”kapan” teersebut biasanya dihubungkan dengan waktu
c. Latar Sosial
Latar sosial mengacu pada hal-hal yang
berhubungan dengan perilaku sosial masyarakat di suatu tempat yang diceritakan
dalam karya fiksi. Tata cara kehidupan sosial masyarakat mencakup berbagai
masalah dalam lingkup yang cukup kompleks serta dapat berupa kebiasaan hidup,
adat istiadat, tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap.
Selain itu latar sosial juga berhubungan dengan status sosial tokoh yang
bersangkutan.
Sudut Pandang
Sudut pandang merupakan strategi, teknik,
siasat, yang secara sengaja dipilih pengarang untuk mengemukakan gagasan dan
ceritanya. Segala sesuatu yang dikemukakan dalam karya fiksi memang milik
pengarang, pandangan hidup, dan tafsirannya terhadap kehidupan. Namun
kesemuanya itu dalam karya fiksi disalurkan lewat sudut pandang tokoh, lewat
kacamata tokoh cerita. Sudut pandang adalah cara memandang tokoh-tokoh cerita
dengan menempatkan dirinya pada posisi tertentu. Macam-macam sudut pandang :
1. Sudut Pandang Orang Pertama sebagai Pelaku Utama
Dalam sudut pandang teknik ini, si ”aku”
mengisahkan berbagai peristiwa dan tingkah laku yang dialaminya, baik yang
bersifat batiniah, dalam diri sendiri, maupun fisik, hubungannya dengan sesuatu
yang di luar dirinya. Si ”aku”menjadi fokus pusat kesadaran, pusat cerita.
Segala sesuatu yang di luar diri si ”aku”, peristiwa, tindakan, dan orang,
diceritakan hanya jika berhubungan dengan dirinya, di samping memiliki
kebebasan untuk memilih masalah-masalah yang akan diceritakan. Dalam cerita
yang demikian,si ”aku” menjadi tokoh utama (first person central).
Contoh:
Pagi ini begitu cerah hingga mampu
mengubah suasana jiwaku yang tadinya penat karena setumpuk tugas yang masih
terbengkelai menjadi sedikit teringankan. Namun, aku harus segera bangkit dari
tidurku dan bergegas mandi karena pagi ini aku harus meluncur ke Kedubes
Australia untuk mengumpulkan berita yang harus segera aku laporkan hari ini
juga.
2. Sudut Pandang Orang Pertama sebagai Pelaku
Sampingan
Dalam sudut pandang ini, tokoh ”aku”
muncul bukan sebagai tokoh utama, melainkan sebagai tokoh tambahan (first
pesonal peripheral). Tokoh ”aku” hadir untuk membawakan cerita kepada pembaca,
sedangkan tokoh cerita yang dikisahkan itu kemudian ”dibiarkan” untuk mengisahkan
sendiri berbagai pengalamannya. Tokoh cerita yang dibiarkan berkisah sendiri
itulah yang kemudian menjadi tokoh utama, sebab dialah yang lebih banyak
tampil, membawakan berbagai peristiwa, tindakan, dan berhubungan dengan
tokoh-tokoh lain. Setelah cerita tokoh utama habis, si ”aku”tambahan tampil
kembali, dan dialah kini yang berkisah.
Dengan demikian si ”aku” hanya tampil sebagai saksi saja. Saksi terhadap
berlangsungnya cerita yang ditokohi oleh orang lain. Si ”aku” pada umumnya
tampil sebagai pengantar dan penutup cerita.
Contoh:
Deru beribu-ribu kendaraan yang
berlalu-lalang serta amat membisingkan telinga menjadi santapan sehari-hariku
setelah tiga bulan aku tinggal di kota metropolitan ini. Memang tak mudah untuk
menata hati dan diriku menghadapi suasana kota besar, semacam Jakarta, bagi
pendatang seperti aku. Dulu, aku sempat menolak untuk dipindahkan ke kota ini.
Tapi, kali ini aku tak kuasa untuk menghindar dari tugas ini, yang konon
katanya aku sangat dibutuhkan untuk ikut memajukan perusahaan tempatku bekerja.
Ternyata, bukan aku saja yang mengalami mutasi kali ini. Praba, teman satu
asramaku , juga mengalami hal yang sama. Kami menjadi sangat akrab karena
merasa satu nasib, harus beradaptasi dengan suasana Kota Jakarta.
“Aku bisa stress kalau setiap hari harus terjebak macet seperti ini. Apakah
tidak upaya dari Pemkot DKI mengatasi masalah ini! Rasanya, mendingan posisiku
seperti dulu asal tidak di kota ini!” umpatnya.
3. Sudut Pandang Orang Ketiga Serbatahu
Dalam sudut pandang ini, cerita dikisahkan
dari sudut ”dia”, namun pengarang, narator dapat menceritakan apa saja hal-hal
yang menyangkut tokoh ”dia” tersebut. Narator mengetahui segalanya, ia bersifat
mahatahu (omniscient). Ia mengetahui berbagai hal tentang tokoh, peristiwa, dan
tindakan, termasuk motivasi yang melatarbelakanginya. Ia bebas bergerak dan
menceritakan apa saja dalam lingkup waktu dan tempat cerita, berpindah-pindah
dari tokoh ”dia”yang satu ke ”dia” yang lain, menceritakan atau sebaliknya
”menyembunyikan” ucapan dan tindakan tokoh, bahkan juga yang hanya berupa
pikiran, perasaan, pandangan, dan motivasi tokoh secara jelas, seperti halnya
ucapan dan tindakan nyata.
Contoh:
Sudah genap satu bulan dia menjadi
pendatang baru di komplek perumahan ini. Tapi, belum satu kali pun dia terlihat
keluar rumah untuk sekedar beramah-tamah dengan tetangga yang lain, berbelanja,
atau apalah yang penting dia keluar rumah.“Apa mungkin dia terlalu sibuk, ya?”
celetuk salah seorang tetangganya. “Tapi, masa bodoh! Aku tak rugi karenanya dan
dia juga tak akan rugi karenaku.”
Pernah satu kali dia kedatangan tamu yang kata
tetangga sebelah adalah saudaranya. Memang dia sosok introvert, jadi walaupun
saudaranya yang datang berkunjung, dia tidak bakal menyukainya.
4. Sudut Pandang Orang Ketiga sebagai Pengamat
Dalam sudut pandang ”dia” terbatas,
seperti halnya dalam”dia”mahatahu, pengarang melukiskan apa yang dilihat,
didengar, dialami, dipikir, dan dirasakan oleh tokoh cerita, namun terbatas
hanya pada seorang tokoh saja atau terbatas dalam jumlah yang sangat terbatas.
Tokoh cerita mungkin saja cukup banyak, yang juga berupa tokoh ”dia”, namun
mereka tidak diberi kesempatan untuk menunjukkan sosok dirinya seperti halnya
tokoh pertama.
Contoh:
Entah apa yang terjadi dengannya.
Datang-datang ia langsung marah. Memang kelihatannya ia punya banyak masalah.
Tapi kalau dilihat dari raut mukanya, tak hanya itu yang ia rasakan. Tapi
sepertinya ia juga sakit. Bibirnya tampak kering, wajahnya pucat,dan rambutnya
kusut berminyak seperti satu minggu tidak terbasuh air. Tak satu pun dari
mereka berani untuk menegurnya, takut menambah amarahnya.
Perwatakan
Perwatakan
ialah sifat atau karakteristik sikap yang terdapat dalam diri tokoh yang
bersangkutan dalam cerita. Di dalam cerita perwatakan dibagi menjadi 3 yaitu
protagonis, antagonis, dan tritagonis.
Gaya Bahasa
Majas atau gaya
bahasa adalah pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu
untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa
sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan
pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis.
1. Majas perbandingan
- Alegori:
Menyatakan dengan cara lain, melalui kiasan atau penggambaran.
Contoh: Perjalanan hidup manusia seperti
sungai yang mengalir menyusuri tebing-tebing, yang kadang-kadang sulit ditebak
kedalamannya, yang rela menerima segala sampah, dan yang pada akhirnya berhenti
ketika bertemu dengan laut.
- Alusio:
Pemakaian ungkapan yang tidak diselesaikan karena sudah dikenal.
Contoh: Sudah dua hari ia tidak terlihat
batang hidungnya.
- Simile:
Pengungkapan dengan perbandingan eksplisit yang dinyatakan dengan kata
depan dan penghubung, seperti layaknya, bagaikan, "
umpama", "ibarat","bak", bagai".
Contoh: Kau umpama air aku bagai
minyaknya, bagaikan Qais dan Laila yang dimabuk cinta berkorban apa saja.
- Metafora:
Gaya Bahasa yang membandingkan suatu benda dengan benda lain karena
mempunyai sifat yang sama atau hampir sama.
Contoh: Cuaca mendung karena
sang raja siang enggan menampakkan diri.
- Antropomorfisme:
Metafora yang menggunakan kata atau bentuk lain yang berhubungan dengan
manusia untuk hal yang bukan manusia.
- Sinestesia:
Majas yang berupa suatu ungkapan rasa dari suatu indra yang dicurahkan
lewat ungkapan rasa indra lainnya.
- Antonomasia:
Penggunaan sifat sebagai nama diri atau nama diri lain sebagai nama jenis.
- Aptronim:
Pemberian nama yang cocok dengan sifat atau pekerjaan orang.
- Metonimia:
Pengungkapan berupa penggunaan nama untuk benda lain yang menjadi merek,
ciri khas, atau atribut.
Contoh: Karena sering
menghisap jarum, dia terserang penyakit paru-paru.(Rokok merek
Djarum)
- Hipokorisme:
Penggunaan nama timangan atau kata yang dipakai untuk menunjukkan hubungan
karib.
- Litotes:
Ungkapan berupa penurunan kualitas suatu fakta dengan tujuan merendahkan
diri.
Contoh: Terimalah kado yang tidak berharga
ini sebagai tanda terima kasihku.
- Hiperbola:
Pengungkapan yang melebih-lebihkan kenyataan sehingga kenyataan tersebut
menjadi tidak masuk akal.
Contoh: Gedung-gedung perkantoran di
kota-kota besar telah mencapai langit.
- Personifikasi:
Pengungkapan dengan menggunakan perilaku manusia yang diberikan kepada
sesuatu yang bukan manusia.
Contoh: Hembusan angin di
tepi pantai membelai rambutku.
- Depersonifikasi:
Pengungkapan dengan tidak menjadikan benda-benda mati atau tidak bernyawa.
- Pars pro
toto: Pengungkapan sebagian dari objek untuk menunjukkan keseluruhan
objek.
Contoh:Sejak kemarin dia tidak kelihatan
batang hidungnya.
- Totum pro
parte: Pengungkapan keseluruhan objek padahal yang dimaksud hanya
sebagian.
Contoh: Indonesia bertanding voli melawan
Thailand.
- Eufimisme:
Pengungkapan kata-kata yang dipandang tabu atau dirasa kasar dengan
kata-kata lain yang lebih pantas atau dianggap halus.
Contoh: Dimana saya bisa menemukan kamar
kecilnya?
- Disfemisme:
Pengungkapan pernyataan tabu atau yang dirasa kurang pantas sebagaimana
adanya.
- Fabel:
Menyatakan perilaku binatang sebagai manusia yang dapat berpikir dan
bertutur kata.
Contoh: Perilakunya seperti ular yang
menggeliat.
- Parabel:
Ungkapan pelajaran atau nilai tetapi dikiaskan atau disamarkan dalam
cerita.
- Perifrasa:
Ungkapan yang panjang sebagai pengganti ungkapan yang lebih pendek.
- Eponim:
Menjadikan nama orang sebagai tempat atau pranata.
Contoh: Kita bermain ke rumah Ina.
- Simbolik:
Melukiskan sesuatu dengan menggunakan simbol atau lambang untuk menyatakan
maksud.
- Asosiasi:
perbandingan terhadap dua hal yang berbeda, namun dinyatakan sama.
Contoh: Masalahnya rumit, susah mencari
jalan keluarnya seperti benang kusut.
2. Majas
sindiran
- Ironi:
Sindiran dengan menyembunyikan fakta yang sebenarnya dan mengatakan kebalikan
dari fakta tersebut.
Contoh: Suaramu merdu seperti kaset kusut.
- Sarkasme:
Sindiran langsung dan kasar.
- Sinisme:
Ungkapan yang bersifat mencemooh pikiran atau ide bahwa kebaikan terdapat
pada manusia (lebih kasar dari ironi).
Contoh: Kamu kan sudah pintar ?
Mengapa harus bertanya kepadaku ?
- Satire:
Ungkapan yang menggunakan sarkasme, ironi, atau parodi, untuk mengecam
atau menertawakan gagasan, kebiasaan, dll.
- Innuendo:
Sindiran yang bersifat mengecilkan fakta sesungguhnya.
3. Majas
penegasan
- Apofasis:
Penegasan dengan cara seolah-olah menyangkal yang ditegaskan.
- Pleonasme:
Menambahkan keterangan pada pernyataan yang sudah jelas atau menambahkan
keterangan yang sebenarnya tidak diperlukan.
Contoh: Saya naik tangga ke atas.
- Repetisi:
Perulangan kata, frasa, dan klausa yang sama dalam suatu kalimat.
- Pararima:
Pengulangan konsonan awal dan akhir dalam kata atau bagian kata yang
berlainan.
- Aliterasi:
Repetisi konsonan pada awal kata secara berurutan.
- Paralelisme:
Pengungkapan dengan menggunakan kata, frasa, atau klausa yang sejajar.
- Tautologi:
Pengulangan kata dengan menggunakan sinonimnya.
- Sigmatisme:
Pengulangan bunyi "s" untuk efek tertentu.
- Antanaklasis:
Menggunakan perulangan kata yang sama, tetapi dengan makna yang berlainan.
- Klimaks:
Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang
sederhana/kurang penting meningkat kepada hal yang kompleks/lebih penting.
- Antiklimaks:
Pemaparan pikiran atau hal secara berturut-turut dari yang kompleks/lebih
penting menurun kepada hal yang sederhana/kurang penting.
- Inversi:
Menyebutkan terlebih dahulu predikat dalam suatu kalimat sebelum
subjeknya.
- Retoris:
Ungkapan pertanyaan yang jawabannya telah terkandung di dalam pertanyaan
tersebut.
- Elipsis:
Penghilangan satu atau beberapa unsur kalimat, yang dalam susunan normal
unsur tersebut seharusnya ada.
- Koreksio:
Ungkapan dengan menyebutkan hal-hal yang dianggap keliru atau kurang
tepat, kemudian disebutkan maksud yang sesungguhnya.
- Polisindenton:
Pengungkapan suatu kalimat atau wacana, dihubungkan dengan kata
penghubung.
- Asindeton:
Pengungkapan suatu kalimat atau wacana tanpa kata penghubung.
- Interupsi:
Ungkapan berupa penyisipan keterangan tambahan di antara unsur-unsur
kalimat.
- Eksklamasio:
Ungkapan dengan menggunakan kata-kata seru.
- Enumerasio:
Ungkapan penegasan berupa penguraian bagian demi bagian suatu keseluruhan.
- Preterito:
Ungkapan penegasan dengan cara menyembunyikan maksud yang sebenarnya.
- Alonim:
Penggunaan varian dari nama untuk menegaskan.
- Kolokasi:
Asosiasi tetap antara suatu kata dengan kata lain yang berdampingan dalam
kalimat.
- Silepsis:
Penggunaan satu kata yang mempunyai lebih dari satu makna dan yang
berfungsi dalam lebih dari satu konstruksi sintaksis.
- Zeugma:
Silepsi dengan menggunakan kata yang tidak logis dan tidak gramatis untuk
konstruksi sintaksis yang kedua, sehingga menjadi kalimat yang rancu.
4. Majas
pertentangan
- Paradoks:
Pengungkapan dengan menyatakan dua hal yang seolah-olah bertentangan,
namun sebenarnya keduanya benar.
- Oksimoron:
Paradoks dalam satu frasa.
- Antitesis:
Pengungkapan dengan menggunakan kata-kata yang berlawanan arti satu dengan
yang lainnya.
- Kontradiksi
interminus: Pernyataan yang bersifat menyangkal yang telah disebutkan pada
bagian sebelumnya.
- Anakronisme:
Ungkapan yang mengandung ketidaksesuaian dengan antara peristiwa dengan
waktunya.
Amanat
Amanat atau pesan pengarang yang
hendakdisampaikan pengarang melalui dramanya harus dicari oleh pembaca atau
penonton.amanat adalah maksud yang terkandung dalam suatu drama.
Share this
Found an article helpful? Donate via Paypal
Cara style text di komentar Disqus dan Blogger:
- Untuk menulis huruf bold silahkan gunakan
<strong></strong>
atau<b></b>
. - Untuk menulis huruf italic silahkan gunakan
<em></em>
atau<i></i>
. - Untuk menulis huruf underline silahkan gunakan
<u></u>
. - Untuk menulis huruf strikethrought silahkan gunakan
<strike></strike>
. - Untuk menulis kode HTML silahkan gunakan
<code></code>
atau<pre></pre>
atau<pre><code></code></pre>
, dan silahkan parse dulu kodenya pada kotak parser di bawah ini. - Untuk menggunakan emoji di bawah ini cukup copy kode tersebut dan beri jarak 1 spasi untuk menampilkan emoji pada kolom komentar Blogger.
Parser Kode
FAQEmotikon
Pilih Sistem Komentar Yang Anda Sukai
2 Comments
Ilmu Bahasa
26 May 2015 at 01:59
mantab sekali pembahasanya
mungkin artikel berikut ini terkait dengan artikel di halaman ini
unsur intrinsik dan ekstrinsik cerpen, pengertian dan ciri-ciri cerpen, analisa penokohan cerpen dan nilai dalam cerpen semoga bermanfaat
Renaldy Rizki Ramadani
26 May 2015 at 11:35
yoi gan semoga bisa bermanfaat bagi kita semua, salam sejahtera :2thumbup